Sign up for PayPal and start accepting 
credit card payments instantly.
Selamat Datang di Tipitaka Pali

Google
 

Sunday, June 10, 2007

MAHĀDUKKHAKHANDHA SUTTA

Demikianlah saya dengar.
Pada suatu waktu Sang Bhagava menginap berada di Jetavanārama milik Anathapindika, Savatthi. Di waktu pagi, beberapa bhikkhu mengenakan jubah dan mengambil patta dan jubah luar (civara), lalu mereka pergi pindapata ke Savatthi.
Kemudian mereka berpikir: "Terlalu pagi untuk pergi pindapata ke Savatthi, sebaiknya kita pergi ke tempat para petapa pengembara dari ajaran lain."
Maka mereka pergi ke tempat para petapa dari ajaran lain, mereka memberi salam kepada para petapa dari ajaran lain, setelah saling menyapa dengan baik, mereka duduk di tempat yang tersedia. Setelah mereka duduk, para petapa pengembara berkata kepada mereka:

"Samana Gotama memiliki 'pengetahuan jelas' tentang nafsu indera, begitu juga kami. Samana Gotama memiliki pengetahuan jelas tentang jasmani (rûpa), begitu juga kami. Samana Gotama memiliki pengetahuan jelas tentang perasaan (vedana), begitu juga kami. Jadi apakah kekhususan, perbedaan dan variasi, antara ajaran dhamma dari Samana Gotama dengan kami; antara doktrinnya dengan doktrin kami?" Tanpa menerima atau menolak pertanyaan itu, para bhikkhu bangkit dari duduk dan pergi serta berpikir: "Kami akan mengetahui arti kata-kata ini di depan Sang Bhagava."
Setelah mereka pindapata di Savatthi dan selesai makan, mereka pergi menemui Sang Bhagava. Selesai memberi hormat kepada beliau, mereka duduk di tempat yang tersedia. Setelah duduk, mereka menyampaikan apa yang telah terjadi.
"Para bhikkhu, para pertapa dari ajaran lain yang berkata seperti itu harus ditanya: 'Apakah senang, bahaya, jalan keluar dari nafsu indera, jasmani dan perasaan?' Dengan pertanyaan seperti itu, para pertapa dari ajaran lain akan gagal dan mendapat kesulitan untuk menjawabnya. Mengapa begitu? Karena hal ini tidak mereka kuasai. Saya melihat dalam dunia ini termasuk para dewa, mara, brahma, samana dan brahmana, raja dan manusia lainnya, yang dapat menjawab pertanyaan ini dengan memuaskan hanya Tathagata atau siswa Tathagata yang telah mengetahui dari sumbernya yang dapat menjawab pertanyaan itu dengan memuaskan.
(Nafsu Indera)
Apakah yang menyenangkan pada nafsu indera?
Ada lima pengikat nafsu indera: Jasmani (bentuk) yang diinginkan, disenangi, sesuai dan disukai yang dilihat oleh mata, berhubungan dengan nafsu indera dan merangsang nafsu.
Suara yang diinginkan, disenangi, sesuai dan disukai yang didengar oleh telinga berhubungan dengan nafsu indera dan merangsangnafsu. Bau yang diinginkan, disenangi, sesuai dan disukai yang dibaui oleh hidung, berhubungan dengan nafsu indera dan merangsang nafsu. Rasa yang diinginkan, disenangi, sesuai dan disukai yang dikecap oleh lidah. Sentuhan yang diinginkan, disenangi, sesuai dan disukai yang dirasa oleh tubuh, berhubungan dengan nafsu indera dan merangsang nafsu.
Kegembiraan dan kenikmatan yang muncul berdasarkan pada lima pengikat nafsu ini adalah kesenangan pada nafsu indera.
Apakah bahaya dari nafsu indera?
Dalam hal ini, karena kehidupan maka seseorang bekerja sebagai pemeriksa, akuntan, juru hitung, pembajak, pedagang, peternak sapi, pegawai, atau pekerjaan lain; untuk pekerjaan itu ia kedinginan, kepanasan, diganggu nyamuk dan lalat, angin, matahari, binatang menjalar, haus, lapar dan risiko mati.
Inilah bahaya dari nafsu indera, timbunan derita yang kelihatan di sini dan sekarang, yang disebabkan oleh nafsu indera, bersumber pada nafsu indera, dikarenakan oleh nafsu indera, asal mulanya hanya nafsu indera.
Jika orang itu tidak mendapatkan hasil atau pendapatan karena ia bekerja dan berusaha seperti itu, maka kesedihan, ratap-tangis dan dukacita, dengan memukul dada ia menangis serta putus asa ia menjerit: 'Pekerjanku sia-sia, pekerjaanku tak berguna.'
Inilah bahaya dari nafsu indera, timbunan derita yang kelihatan di sini dan sekarang, yang disebabkan oleh nafsu indera, bersumber pada nafsu indera, dikarenakan oleh nafsu indera, asal mulanya hanya nafsu indera.
Jika orang itu mendapatkan hasil atau pendapatan karena ia bekeda dan berusaha seperti itu, ia mengalami kesusahan dan derita untuk menjaganya, maka kesedihan, ratap-tangis dan dukacita, dengan memukul dada ia menangis serta putus asa ia menjerit: 'Pekerjanku sia-sia, pekerjaanku tak berguna.'
Inilah bahaya dari nafsu indera, timbunan derita yang kelihatan di sini dan sekarang, yang disebabkan oleh nafsu indera, bersumber pada nafsu indera, dikarenakan oleh nafsu indera, asal mulanya hanya nafsu indera.
Demikian pula, karena nafsu indera ... raja bertengkar dengan raja, kesatria dengan kesatria, ibu dengan anak, anak dengan ibu, ayah dengan anak, anak dengan ayah, kakak dengan kakak, dll. dsb.. Karena bertengkar dan ribut, mereka saling menyerang dengan tinju, pemukul, tongkat dan pisau, hal ini menyebabkan derita dan kematian.
Inilah bahaya dari nafsu indera, timbunan derita yang kelihatan di sini dan sekarang, yang disebabkan oleh nafsu indera, bersumber pada nafsu indera, dikarenakan oleh nafsu indera, asal mulanya hanya nafsu indera.
Demikian pula, karena nafsu indera ... orang-orang mengambil pedang, perisai, gendewa dan anak panah, mereka pergi berperang, membuat dua barisan, panah dan lembing melayang, pedang berkelebat; maka ada yang luka karena panah dan lembing, kepala yang putus oleh pedang, ada yang menderita dan mati.
Inilah babaya dari nafsu indera, timbunan derita yang kelihatan di sini dan sekarang, yang disebabkan oleh nafsu indera, bersumber pada nafsu indera, dikarenakan oleh nafsu indera, asal mulanya hanya nafsu indera.
Demikian pula, karena nafsu indera ... orang-orang mencuri, menjadi bandit, perampok, mengganggu istri orang lain; maka ketika meraka ditangkap, raja dapat memberikan bermacam-macam hukuman. Mereka dapat dicambuk, dipukul dengan tongkat atau pemukul; tangan, kaki, kaki dan tangan dipotong; telinga, hidung, telinga dan hidung dipotong; ... disiram dengan minyak panas, dilemparkan pada anjing kelaparan, selagi masih hidup ditusuk dengan tombak bercagak atau kepala dipancung, mereka menderita atau mati.
Inilah bahaya dari nafsu indera, timbunan derita yang kelihatan di sini dan sekarang, yang disebabkan oleh nafsu indera, bersumber pada nafsu indera, dikarenakan oleh nafsu indera, asal mulanya hanya nafsu indera.
Demikian pula, karena, sebab, bersumber dan berasal mula pada nafsu indera, maka orang-orang melakukan perbuatan salah dengan tubuh, ucapan dan pikiran; akibatnya setelah mereka meninggal, mereka teriahir kembali dalam keadaan menyedihkan, di alam sengsara, di neraka.
Inilah bahaya dari nafsu indera, timbunan derita yang kelihatan di sini dan sekarang, yang disebabkan oleh nafsu indera, bersumber pada nafsu indera, dikarenakan oleh nafsu 'indera, asal mulanya hanya nafsu indera.
Apakah jalan keluar dari nafsu indera?
'Jalannya adalah menghilangkan dan melenyapkan keinginan nafsu untuk nafsu indera'.
Inilah jalan keluar dari nafsu indera.
Para samana dan brahmana yang tidak mengerti sebagaimana apa adanya tentang kesenangan sebagai kesenangan, bahaya sebagai bahaya dan jalan keluar sebagai jalan keluar dari nafsu indera, adalah tidak mungkin dapat mengetahui dengan jelas tentang nafsu indera atau mengajar agar orang lain mengetahui dengan jelas tentang nafsu indera. Para samana dan brahmana yang mengerti sebagaimana apa adanya tentang kesenangan sebagai kesenangan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan keluar sebagai jalan keluar dari nafsu indera, adalah mungkin dapat mengetahui dengan jelas tentang nafsu indera atau mengajar orang lain mengetahui dengan jelas tentang nafsu indera.
(Jasmani)
Apakah yang menyenangkan pada jasmani?
“Para bhikkhu, misalnya ada seorang gadis dari keluarga terhormat berusia 15 atau 16 tahun, tidak terlalu tinggi atau pendek, tidak terlalu gemuk atau kurus, tidak terlalu hitam atau putih kulitnya; apakah kecantikan dan keayuannya pada puncaknya?”
“Ya”, jawab para bhikkhu.
“Para bhikkhu, kegembiraan dan kenikmatan yang muncul tergantung pada kecantikan dan keayuaan adalah kesenangan pada jasmani.”
Apakah bahaya dari jasmani?
“Para bhikkhu, pada suatu waktu mendatang, seseorang dapat melihat wanita yang sama telah berusia 80, 90 atau 100 tahun, tua, bongkok, gemetar, terhuyun-huyun, bertongkat, lemah, kesegarannya lenyap, ompong, ubanan, rambut bau, botak, berkriput dan kaki kaku. Para bhikkhu, bagaimana pendapat kamu sekalian, apakah kecantikan dan keayuannya lenyap, serta bahayanya nampak?”
“Ya,” jawab para bhikkhu.
“Para bhikkhu, inilah bahaya dari jasmani.”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama sakit, menderita dan sakit parah, terbujur pada kencing dan kotorannya sendiri, hanya bangun atau berbaring oleh bantuan orang lain. Bagaimana pendapat kamu sekalian, apakah kecantikkan dan keayuaannya lenyap, serta bahayanya nampak?”
“Ya,” jawab para bhikkhu.
“Para bhikkhu, inilah bahaya dari jasmani.”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama telah meninggal, sebagai mayat yang diletakkan di tanah tempat kremasi, telah sehari meninggal, dua hari meninggal, tiga hari meninggal mengembung, kehitam-hitaman dan mengeluarkan cairan. Bagaimana pendapat kamu sekalian, apakah kecantikan dan keayuannya lenyap, serta bahayanya nampak?”
“Ya,” jawab para bhikkhu.
“Para bhikkhu, inilah bahaya dari jasmani.”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama telah rneninggal, sebagai mayat yang diletakkin di tanah tempat kremasi, dimakan oleh burung gagak, burung nasar, kumbang, anjing, serigala dan bermacam-macam belatung dan cacing. Bagaimana pendapat kamu sekalian, apakah kecantikan dan keayuannya lenyap, serta bahayanya nampak?”
“Ya,” jawab para bhikkhu.
“Para bhikhu, inilah bahaya dari jasmani.”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama...tulang-belulang dengan daging dan darah yang terikat oleh urat-urat ...”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama...tulang-belulang tanpa daging teroles darah yang terikat oleh urat-urat ...”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama...tulang-belulang tanpa daging atau darah yang terikat oleh urat-urat ...”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama...tumpukan tulang, lebih dari setahun ...”
“Demikian pula, seseorang dapat melihat wanita yang sama telah meninggal, sebagai mavat di tanah tempat kremasi; tulang telah kropos dan dipenuhi tanah. Bagaimana pendapat anda sekalian, apakah kecantikan dan keayuaannya telah hilang, serta bahayanya nampak?”
“Ya,” jawab para bhikkhu.
‘Para bhikkhu, inilah bahaya dari jasmani.”
Apakah jalan keluar dari jasmani?
“Jalan keluar dari jasmani adalah menghilangkan dan melenyapkan keinginan nafsu untuk jasmani.”
Para samana dan brahmana yang tidak mengerti sebagaimana apa adanya tentang kesenangan sebagai kesenangan, bahaya sebagai bahaya dan jalan keluar sebagai jalan keluar dari jasmani, adalah tidak mungkin dapat mengetahui dengan jelas tentang jasmani atau mengajar agar orang lain mengetahui dengan jelas tentang jasmani.
Para samana dan brahmana yang mengerti sebagaimana apa adanya tentang kesenangan sebagai kesenangan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan keluar sebagai jalan keluar dari jasmani, adalah mungkin dapat mengetahui dengan jelas tentang jasmani atau mengajar orang lain mengetahui dengan jelas tentang njasmani.

(Perasaan)
Apakah yang menyenangkan pada perasaan?
“Para bhikkhu, agak bebas dari nafsu indera, agak bebas dari dhamma yang tidak berguna, seorang bhikkhu mencapai dan berada dalam Jhāna I, disertai vitaka, vicara, piti dan sukha karena ketenangan. Pada keadaan seperti itu ia tidak menyakiti dirinya, atau menyakiti orang lain, atau menyakiti dirinya dan orang lain. Pada keadaan seperti itu ia merasa hanya merasakan bahwa ia bebas dari kesakitan. Aspek tertinggi dari menyenangkan pada perasaan adalah bebas dari kesakitan.”
“Demikian pula, dengan menghilangkan vitaka dan vicara, seorang bhikkhu mencapai dan berada dalam Jhāna II, disertai keyakinan dan pikiran terpusat (ekaggata) tanpa vitaka dan vicara, dengan piti dan sukha karena ketenangan.
Pada keadaan seperti itu ia tidak menyakiti dirinya, atau menyakiti orang lain, atau menyakiti dirinya dan orang lain. Pada keadaan seperti itu ia merasa hanya merasakan bahwa ia bebas dari kesakitan. Aspek tertinggi dari menyenangkan pada perasaan adalah bebas dari kesakitan.
Dengan lenyapnya kegiuran (piti), bhikkhu menjadi seimbang, sadar dan sangat sadar, merasa nikmat dengan tubuhnya ia mencapai dan berada dalam Jhāna III, kondisi seperti ini disebut oleh para ariya sebagai: 'Ia memiliki kenikmatan, keseimbangan dan sadar.' Pada keadaan seperti itu ia tidak menyakiti dirinya, atau menyakiti orang lain, atau menvakiti dirinya dan orang lain. Pada keadaan seperti itu ia merasa hanya merasakan bahwa ia bebas dari kesakitan. Aspek tertinggi dari menyenangkan pada perasaan adalah bebas dari kesakitan.
Dengan melenyapkan kenikmatan dan kesakitan, dengan lenyapnya kegembiraan dan derita, bhikkhu mencapai dan berada dalam Jhāna IV, disertai 'bukan sakit maupun bukan menyenangkan', dan tenangnya kesadaran karena keseimbangan.
Pada keadaan seperti itu ia tidak menyakiti dirinya, atau menyakiti orang lain, atau menyakiti dirinya dan orang lain. Pada keadaan seperti itu ia merasa hanya merasakan bahwa ia bebas dari kesakitan. Aspek tertinggi dari menyenangkan pada perasaan adalah bebas dari kesakitan.
Apakah bahaya dari perasaan?
“Perasaan adalah tidak kekal, menyakitkan, tak dapat terpisah dari perubahan.
Inilah bahaya dari perasaan.”
Apakah jalan keluar dari perasaan?
“Jalan keluar dari perasaan adalah menghilangkan dan melenyapkan nafsu indera pada perasaan
Inilah jalan keluar dari perasaan.”
Para samana dan brahmana yang tidak mengerti sebagaimana apa adanya tentang kesenangan sebagai kesenangan, bahaya sebagai bahaya dan jalan keluar sebagai jalan keluar dari perasaan, adalah tidak mungkin dapat mengetahui dengan jelas tentang perasaan atau mengajar agar orang lain mengetahui dengan jelas tentang perasaan. Para samana dan brahmana yang mengerti sebagaimana apa adanya tentang kesenangan sebagai kesenangan, bahaya sebagai bahaya, dan jalan keluar sebagai jalan keluar dari perasaan, adalah mungkin dapat mengetahui dengan jelas tentang perasaan atau mengajar orang lain mengetahui dengan jelas tentang perasaan.
Itulah yang dikatakan Sang Bhagava. Para bhikkhu puas dan gembira pada apa yang diuraikan Sang Bhagava.